Rabu, 13 Februari 2008

Bir Pletok

Bir, identik dengan minuman yang berasal dari barat yang dapat memabukan jika diminum. Namun di Betawi minuman yang satu ini memiliki keunikan dan cita rasa tersendiri dan tidak memabukan seperti minuman berjenis bir pada umumnya.

Namanya "Bir Pletok" minuman yang diadopsi dari barat ini dimodifikasi oleh Orang Betawi mulai dari cara pembuatan dan penyajiannya. Konon nama Bir Pletok ini digunakan karena pada saat dimasak bir ini mengeluarkan bunyi "pletak-pletok".

Cerita lainnya juga yang menjadi cikal bakal minuman Bir Pletok ini adalah ketika pada zaman kolonial Belanda menguasai Batavia (Jakarta), para kompeni Belanda senang minum-minum bir yang kemudian menimbulkan efek samping yang memabukan itu. Hal ini dilihat oleh Orang Betawi ketika para kompeni mabuk da ketika itu munculan ide Orang Betawi untuk membuat minuman yang tidak kalah enaknya dengan bir yang diminum oleh kompeni tersebut. Lantas dibuatlah minuman yang dapat menghangatkan dan menyehatkan badan yang kemudian dikenal dengan nama "Bir Pletok".

Setelah saya sedikit bercerita tentang asal usul Bir Pletok ini, saya ingin berbagi resep dan cara membuat minuman yang menghangatkan tubuh ini.

Bahan:
1 1/2 liter air
150 ml gula pasir (sesuai selera)
sedikit garam
1 batang kayu manis
3 batang serai
50 gr jahe, kupas, memarkan
1 jumput kayu angin
1/2 sdt garam
1 jumput akar secang

Cara membuat:
1. Rebus air hingga mendidih, kemudian masukkan kayu manis, serai, jahe dan kayu angin, dan akar secang lalu masak sampai beraroma.
2. Masukkan gula pasir dan garam, kecilkan api, rebus kembali 15 menit, angkat.

Bir pletok ini dapat dihidangkan dalam keadaan panas atau dingin sesuai selera.

Jumat, 01 Februari 2008

Sunatan


Bila didalam sebuah keluarga memiliki anak laki-laki, maka anak laki-laki tersebut wajib dikihitan. Anak yang dikhitan biasanya berumur 8-10 tahun atau telah berani ketika ditanya oleh orang tuanya. Upacara khitanan ini ada yang diadakan secara besar-bersaran atau secara sederhana saja cukup dengan sedekahan membacakan doa bagi anak yang disunat, semua tergantung dari kemampuan keluarga.

Untuk upacara khitanan yang diadakan secara besar-besaran, penganten sunat diarak keliling-keliling dengan menunggang kuda dengan mengenakan pakaian haji dan layaknya penganten kawinan, penganten sunat juga menjadi raja sehari dimana semua kemauan atau permintaannya semua diturutin oleh orang tuanya. Didalam arakan ada juga ondel-ondel yang menyertainya tetapi tidak ada susunan prosesi seperti didalam upacara ngarak penganten kawinan, susunannya sederhana saja. Selain itu, biasanya keluarga yang punya hajat khitanan ini nanggap hiburan kesenian Betawi seperti Lenong, Wayang, Gambang kromong, atau Tanjidor.
Dan Foresta

Nujuh Bulan

Bila ada seorang ibu yang sedang hamil dan kehamilan tersebut memasuki bulan yang ketujuh maka diadakan kenduri mengundang kerabat atau tetangga. Kenduri ini umumnya dilakukan pada masa kehamilan anak pertama dan pada tanggal yang mengandung unsur angka 7 yaitu tanggal 7,17 atau 27 pada bulan ketujuh masa kehamilan tersebut.

Nujuh Bulan ini bernuansa Islam, oleh sebab itu dalam Nujuh Bulan ini dilakukan pembacaan tahlil. Dalam kenduri ini dibacakan surat Yusuf, surat Mariam dan Surat Ar-Rahman. Ketiga surat ini dibacakan oleh tujuh orang pada waktu yang bersamaan sedangkan orang yang lain yang datang pada kenduri ini membaca surat-surat pendek lainnya. Setelah pembacaan ketiga surat itu, baru dilanjutkan dengan tahlilan bersama-sama. Nujuh Bulan ini mempunyai tujuan sebagai ucapan rasa syukur kepada Allah SWT atas peristiwa penting dalam kehidupan perempuan dewasa yang sedang hamil yang kelak nantinya ia akan menjadi seorang ibu, atau syukur terhadap anugrah berupa kehamilan istri atau karunia akan didapatkan ananda tercinta.

Dalam Nujuh Bulan ini selalu ada rujakan. Rujak ini terdiri dari tujuh macam buah-buahan, buah delima merupakan buah pokok dalam rujakan ini sedangkan campuran buah lainnya yang sering digunakan adalah, kelapa muda, jeruk bali, anggur, apel, nanas, mangga atau bisa juga diganti dengan buah yang lainnya.


Dan Foresta

Wayang Kulit Betawi

Wayang merupakan salah satu khazanah budaya yang terdapat di tanah air yang banyak ditemui di berbagai daerah, terutama di Jawa. Wayang yang amat dekat dengan masyarakatnya, wayang biasanya dimanfaatkan sebagai media penyebar berbagai informasi. Wayang, tumbuh dan berkembang seiring dengan masyarakatnya, ia mampu merubah bentuk dan tetap mendapat tempat, sekecil apapun itu.

Seperti halnya seni wayang lain, wayang kulit Betawi memilik tokoh sentral, seorang dalang. Sebagaimana lazimnya, wayang kulit Betawi ini juga menggunakan kelir, yang disini disebut "kere". Alat musik pengiringnya terdiri dari kendang, terompet, rebab, saron, keromong, kecrek, kempul dan gong. Yang tampak lain dalam wayang kulit Betawi adalah, masuknya unsur Sunda yang kental. Meski dialog dengan bahasa Betawi, namun musik pengiring hingga lantunan lagunya berasal dari tanah Pajajaran.

Sepintas, tak ada perbedaan yang berarti dengan wayang kulit lainnya. Hanya barangkali bentuk gapit atau pegangan wayang, pada wayang kulit Betawi tak dijumpai bahan tanduk, namun menggunakan rotan. Wayang kulit Betawi juga didominasi warna merah cerah.

Lakon yang sering dimainkan adalah carangan, cerita yang disusun sendiri oleh dalang dengan tokoh-tokoh dari cerita Mahabharata, tetapi khazanah cerita yang dimainkan tidak mengacu kepada sumber mana dan tidak dari babad Ramayana atau Mahabrata. Umumnya, cerita yang dimainkan sangat kontekstual dengan keadaan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, wayang kulit Betawi penampilannya lebih bebas, lebih demokratis. Logatnya pun akrab dengan masyarakat Betawi, dan dialog yang ditampilkan menggunakan bahasa Indonesia pergaulan, mudah dipahami segala lapisan masyarakat dari berbagai suku.

Hanya saja, orang Betawi diyakini hanya menggemari cerita yang seru dan lucu, sehingga kedua lakon inilah yang kerap dikedepankan para dalangnya. Ada perang dan kaya banyolan.

Walau tampilannya begitu komunikatif, wayang kulit Betawi tak sepopuler wayang kulit Jawa. Selama ini, wayang kulit Betawi hanya dimainkan di daerah pinggiran, lokasi asal tumbuhnya wayang kulit Betawi. Sepanjang perjalanan riwayatnya, wayang kulit Betawi tampil dengan penuh kesederhanaan, sehingga boleh dibilang menepikan aspek estetika, moral dan falsafah.

Di balik kesederhanaan tampilannya, wayang kulit Betawi justru sebenarnya memiliki peluang untuk tumbuh. Ia memiliki kekuatan dalam penggunaan bahasa. Selama ini, bahasa kerap menjadi halangan untuk mengenal seni wayang. Pada wayang kulit Betawi, tidak. Ia justru kekuatan. Tinggal sang dalanglah yang mengemasnya menjadi tontonan memikat.

Namun kini kondisi wayang betawi sangat memperihatinkan dimana sudah jarang sekali dipertontonkan karena minat genarasi sekarang sangat rendah sekali terhadap wayang kulit betawi yang berstatus musnah statis ini.

Wayang Kuli Betawi semata-mata sarana hiburan, tidak ada latar belakang spiritualismenya seperti dalam wayang golek atau wayang kulit jawa (ruwatan).


Dan Foresta

Lenong


Lenong merupakan kesenian panggung hiburan atau teater rakyat khas Betawi yang berbentuk cerita (lakon) yang diiringi dengan musik gambang kromong dan sampai sekarang masih hidup dan berkembang dilingkungan masyarakat pinggiran Jakarta .


Pertunjukan lenong dibuka dengan lagu (instrumental dan dengan nyanyian), diiringi musik gambang kromong. Kemudian lakon (cerita) dalam beberapa babak, diselingi musik dan lawak (bodoran). Biasanya pada waktu menyajikan nyanyian atau bodoran penonton dimintai saweran (bayaran/sumbangan secara sukarela).


Lenong merupakan tontonan, yang sudah dikenal sejak 1920-an. Lenong merupakan kelanjutan dari proses teaterisasi dan perkembangan musik Gambang Kromong. Jadi, Lenong adalah alunan Gambang Kromong yang ditambahi dengan unsur bodoran atau lawakan tanpa plot cerita. Selanjutnya berkembang menjadi lakon-lakon berisi banyolan pendek, yang dirangkai dalam cerita tak berhubungan. Lantas menjadi pertunjukan semalam suntuk, dengan lakon panjang utuh, yang dipertunjukkan lewat ngamen keliling kampung. Selepas zaman penjajahan Belanda, lenong naik pangkat, karena mulai dipertunjukkan di panggung hajatan. Baru di awal kemerdekaan, teater rakyat ini murni menjadi tontonan panggung.


Umumnya masyarakat menaggap lenong adalah bila ada hajatan (kawinan atau sunatan), kaulan, peresmian/ deklarasi atau hari kemerdekaan di wilayah Jakarta . Biasanya pertunjukan lenong yang disugguhkan dimulai dari pukul 9:00 hingga 02:30 pagi. Orang bilang, mulai setelah sholat Isya dan selesai sebelum atau menjelang sholat Subuh. Tetapi ada juga yang menyuguhkannya di siang hari sampai sore hari. Jika ingin menanggap Lenong biasanya pesanan harus jauh hari sebelumnya minimal satu minggu.


Cerita yang ditampilkan dalam Lenong ada 2 jenis cerita,yang pertama adalah “Lenong Preman” atau “Lenong Jago” karena ceritanya menyangkut Saudagar, Juragan, para Jawara dan menampilkan cerita yang mengisahkan kehidupan sehari-hari. Kedua adalah “Lenong Denes (Dinas)” yaitu cerita tentang pemerintahan zaman dulu, menampilkan cerita raja, bangsawan, dan pengawalnya. Ini juga dibedakan dengan pakaian para pemainnya atau artis. Pakaian lenong preman lebih bebas sedangkan pakaian lenong dinas lebih formal dan biasanya mahal.


Peralatan kesenian lenong adalah perangkat gamelan atau Gambang Kromong yang terdiri atas:


  1. Gambang 1 buah (alat musik dengan banyak sumber suara, terdiri dari 18 buah bilah terbuat dari kayu. Dikenal juga dalam tradisi Jawa dan Sunda)

  2. Teh yan/ gatun 1 buah (semacam rebab berukuran kecil, berasal dari Cina)

  3. Kong an yan 1 buah (rebab berukuran sedang, berasal dari Cina)

  4. Shu kong 1 buah (rebab berukuran besar dari Cina)

  5. Ning-nong 1 buah (mirip gamelen Jawa dan Sunda, terbuat dari perunggu)

  6. Kemong 1 buah (sejenis gong kecil, mirip gamelan Jawa atau Sunda)

  7. Kromong 1 buah (gamelan yang dapat menghasilkan 10 sumber suara)

  8. Kecrek 1 buah (bilah perunggu yang diberi landasan kayu untuk dipukul-pukul, sehingga berbunyi crek,crek)

  9. Kendang 4 buah (tambur dengan dua permukaan, berasal dari Jawa, Sunda atau Bali )

  10. Tambur 1 buah

  11. Suling 1 set

  12. Piston 1 buah

  13. Go ong 2 buah

Dan Foresta

Gambang Kromong

Di tengah gencarnya serbuan budaya pop di Jakarta, gambang kromong masih bertahan dalam masyarakat Betawi meski usaha lebih banyak dilakukan pemerintah melalui beragam acara yang diselenggarakannya.

Gambang kromong adalah salah satu kesenian khas Betawi yang cikal-bakalnya dari etnis Cina itu memang merupakan contoh musik yang sudah beradaptasi dengan lingkungannya.

Selain teh yan, sejumlah alat musik yang berasal dari Cina adalah kong an yan (semacam rebab berukuran sedang) dan shu kong (semacam rebab berukuran besar). Sedangkan alat musik khas Indonesia, selain kromong, juga ada gambang, alat musik yang memiliki 18 sumber suara dari bilah, terbuat dari kayu, berasal dari Jawa dan Sunda. Juga kemong, semacam gong kecil berasal dari gamelan Jawa dan Sunda.

Sementara kendang, semacam tambur dengan dua permukaan, juga merupakan perangkat gamelan Jawa, Sunda, dan Bali yang fungsinya memberi irama.

Di Jakarta, gambang kromong saat ini sering ditampilkan dalam berbagai acara yang diadakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun yang diadakan masyarakat Betawi, Meski para pemain musiknya bukan orang-orang Cina, itu menegaskan adanya pembauran yang harmonis antara unsur Indonesia dan unsur Cina seperti terlihat pada peralatan musiknya.

Dan Foresta